• Friday, May 25, 2012


    Semen dari Sampah

    Jepang, sebuah negeri penuh inovasi. Mungkin sebutan itu sesuai dengan bagaimana jepang menangani masalah sampah.
    Ekosemen
    Diawali penelitian di tahun 1992, dengan dibiayai oleh Development Bank of Japan, para peneliti Jepang telah meneliti kemungkinan abu hasil pembakaran sampah, endapan air kotor dijadikan sebagai bahan semen. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa abu hasil pembakaran sampah mengandung unsur yg sama dg bahan dasar semen pada umumnya. Pada tahun 1998, setelah melalui proses uji kelayakan akhirnya pabrik pertama didunia yang mengubah sampah menjadi semen didirikan di Chiba. Pabrik tersebut mampu menghasilkan ekosemen 110.000 ton per tahunnya. Sedangkan sampah yang diubah menjadi abu yang kemudian diolah menjadi semen mencapai 62.000 ton per tahun, endapan air kotor dan residu pembakaran yang diolah mencapai 28.000 ton per tahun. Hingga saat ini sudah dua pabrik di Jepang yang memproduksi ekosemen.



    Gambar 1. Simulasi pembuatan eko semen dari limbah rumah tangga
    Pembuatan ekosemen
    Penduduk jepang membuang sampah baik organik maupun anorganik, sekitar 50 juta ton/tahun. Dari 50 ton per tahun tersebut yang dibakar menjadi abu sekitar 37 ton per tahun. Sedangkan abu yang dihasilkan mencapai 6 ton/tahunnya. Dari abu inilah yang kemudian dijadikan sebagai bahan dari pembuatan ekosemen. Abu ini dan endapan air kotor mengandung senyawa-senyawa dalam pembentukan semen biasa. Yaitu, senyawa-senyawa oksida seperti CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Oleh karena itu, abu ini bisa berfungsi sebagai pengganti clay yang digunakan pada pembuatan semen biasa.
    Namun CaO yang terkandung pada abu hasil pembakaran sampah dinilai masih belum mencukupi, sehingga limestone (batu kapur) sebagai sumber CaO masih dibutuhkan sekitar 52 persen dari keseluruhan. Sedangkan pada semen biasa, limestone yg dibutuhkan mencapai 78 persen dari keseluruhan. 
    Proses selanjutnya adalah abu hasil pembakaran sampah (39 persen),limestone (52 persen), endapan air kotor (8 persen) dan bahan lainnya dimasukkan ke dalam rotary klin untuk kemudian dibakar. Untuk mencegah terbentuknya dioksin, pada proses pembakaran di rotary klin, dilakukan pada 1400 derajat celcius lebih dimana pada suhu tersebut dioksin terurai secara aman.
    Pengaruh plastik vinil
    Plastik vinil yang terdapat dalam sampah pada proses pembakaran akan mengakibat kekuatan konkrit ekosemen akan berkurang. Hal ini diakibatkan oleh adanya gas Cl2 hasil peruraian plastik vinil yang dapat mempengaruhi kekuatan konkrit ekosemen.
    Kualitas ekosemen
    Berdasarkan hasil pengujian JSA (Japan Standar Association) dinyatakan bahwa ekosemen mempunyai kualitas yang sama baiknya dengan semen biasa. Sehingga, hingga saat ini penggunaan ekosemen sudah digunakan dalam pembangunan jembatan, jalan, rumah, dan bangunan lainnya di Jepang.
    Peluang di Indonesia
    Indonesia belum bisa lepas dari masalah sampah. Mulai dari penolakan warga masyarakat sekitar TPA akibat kepulan asap dan bau yang ditimbulan pengolahan sampah saat ini hingga kejadian yang tidak pernah dilupakan, tragedi leuwih gajah yang merenggut 24 nyawa tak bersalah.
    Sudah banyak upaya yang dilakukan, termasuk dengan mengubahnya menjadi sumber energi (metan) namun akibat kurangnya prospek dari segi ekonomi, akhirnya perkembangannya masih jalan ditempat. 
    Berhasilnya Jepang, mengolah sampah menjadi semen, tentu menjadi peluang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia. Di Jakarta saja sampah yang dihasilkan oleh warganya mencapai 6000 ton lebih per hari. Selain itu secara prinsip, pembuatan ekosemen hampir sama dengan pembuatan semen biasa, sehingga jika bisa dilakukan kerja sama dengan pihak industri semen, maka akan jadi kerjasama yang menguntungkan baik pihak pemerintah maupun pihak industri. Dari pihak pemerintah penanganan sampah bisa sedikit teratasi dan dari pihak industri mampu mengurangi penggunaan limestone (26 persen).
    Namun yang terpenting adalah kemauan pemerintah, khususnya pemerintah kota/daerah, untuk mengelola sampah dengan baik dan memulai untuk mencoba memisahkan sampah antara sampah organik, anorganik, botol dan kaleng menjadi kebudayaan bangsa Indonesia secara luas. Sehingga peluang pemanfaatan sampah menjadi semen atau produk yang lain bisa oleh pihak industri bisa lebih ekonomis.

  • Copyright © - HIMASAKI UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
    Design by INFOKOM 2023