• Saturday, September 30, 2023

    G30S PKI adalah sebuah peristiwa bersejarah yang terjadi pada malam tanggal 30 September hingga awal 1 Oktober 1965 di Indonesia. Peristiwa ini juga dikenal dengan sebutan Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh) dan Gestok (Gerakan Satu Oktober).

    Gerakan ini melibatkan pembunuhan enam perwira tinggi militer Indonesia dan beberapa orang lainnya dalam usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

    Peristiwa G30S PKI terjadi pada masa pemerintahan Presiden Sukarno yang menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin”. PKI, sebagai partai Stalinis terbesar di luar Tiongkok dan Uni Soviet, memiliki jumlah anggota yang sangat besar. Selain itu, PKI juga mengontrol gerakan serikat buruh dan gerakan petani di Indonesia. PKI memiliki lebih dari 20 juta anggota dan pendukung yang tersebar di seluruh daerah.


    Tujuan G30S/PKI

    Gerakan 30 September PKI memiliki tujuan yang menjadi perdebatan dan interpretasi berbeda. Namun, beberapa tujuan umum yang dihubungkan dengan gerakan ini adalah:

    1. Pengambil alihan Kekuasaan

    2. Mendukung Agendas Komunis

    3. Menghapus Pengaruh Militer

    4. Menghapus Faksi – Faksi Tertentu

    5. Menciptakan Perubahan Sosial


    Perwira yang Gugur

    Dalam peristiwa Gerakan 30 September PKI, tujuh perwira tinggi militer Indonesia tewas sebagai hasil dari serangan yang terjadi. Para perwira yang gugur adalah:

    1. Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani

    2. Mayor Jendral Raden Soeprapto

    3. Mayor Jendral Mas Tirtodarmo Haryono

    4. Mayor Jendral Siswondo Parman

    5. Brigadir Jendral Donal Isaac Panjaitan

    6. Brigadir Jendral Sutoyo Siswodiharjo

    7. Letnan Pierre Aandreas

    Kematian perwira-perwira ini merupakan bagian dari peristiwa tragis yang mengguncangkan Indonesia pada waktu itu dan membawa dampak yang signifikan terhadap dinamika politik dan militer di negara tersebut.


    Faktor pemicu timbulnya pemberontakan G30S-PKI 

    Sebelum terjadinya pemberontakan G30S (Gerakan 30 September) di Indonesia pada 30 September 1965, Partai Komunis Indonesia telah menjadi salah satu partai terbesar di Indonesia serta telah merangkul presiden soekarno, mempengaruhi dan membina sejumlah besar perwira-perwira Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan menguasai sebagian besar organisasi-organisasi nasional vital yang ada di Indonesia. Selain dari itu, juga tersebar kabar bahwa terjadi perpecahan di kalangan Angkatan Darat (AD) dan membuat fitnah-fitnah untuk menyingkirkan pimpinan Amerika Serikat (AS) yang ada dengan menggantinya dengan tokoh-tokoh perwira yang pro-komunis. 

    Setelah pengumuman berlakunya demokrasi terpimpin pada Juli 1969 yang bertujuan untuk mengatasi pertikaian antar partai-partai politik yang sudah ada, Partai Komunis Indonesia tampaknya memanfaatkan hal tersebut. Terjadilah pemberontakan G30S/PKI yang dipimpin oleh DN Aidit yang bertujuan untuk menyingkirkan TNI AD serta merebut kekuasaan. Tapi ternyata terdapat faktor-faktor lain yang memicu timbulnya pemberontakan G30S/PKI, diantaranya:

    1. Angkatan Darat Menolak Pembentukan Angkatan Kelima

    Angkatan Kelima merupakan unsur dari bentuk pertahanan dan keamanan Indonesia yang beranggotakan yaitu para buruh dan tani yang dipersenjatai yang diduga adalah gagasan dari PKI. Pada tanggal 14 Januari 1965 dalam keterangan wartawan, Ketua D.N. Aidit mengatakan bahwa partainya menuntut kepada Pemerintah agar kaum buruh dan tani dipersenjatai. Namun versi yang lain menyebutkan bahwa Angkatan Kelima sebenarnya merupakan ide dari Presiden Soekarno untuk menambah angkatan bersenjata di Indonesia karena menerima bantuan dari luar negri.

    2. Angkatan Darat Menolak NASAKOM

    NASAKOM merupakan singkatan dari Nasionalis-Agama-Komunis dan ini adalah ajaran Bung Karno yang mengharuskan adanya persatuan “nasional progresif revolusioner” dengan ketiga golongan politik tersebut sebagai “poros”-nya. Ajaran Nasakom ini oleh PKI diusahakan harus diterapkan secara struktural, yaitu bahwa dalam setiap badan dan kegiatan negara, termasuk ABRI, golongan komunis harus diikutsertakan. Maka dari itu, adalah keputusan yang tepat jika TNI-AD menolak nasakomisasi. Apalagi setelah melihat banyak kerusuhan yang diakibatkan oleh partai tersebut. 

    3. Angkatan Darat Menolak Poros Jakarta-Peking

    Terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung condong pada salah satu poros. Poros Jakarta-Peking ini merupakan pemicu Cina untuk meluaskan semangat revolusi komunisnya di Asia Tenggara, dan akan merusak hubungan baik dengan negara-negara tetangga. TNI-AD telah memutuskan langkah yang bijak karena poros Jakarta-Peking akan menyebabkan ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke negara-negara komunis.


    Kontroversial keterlibatan Soeharto dalam penumpasan G30S/PKI

    Kesehatan soekarno menurun sejak pertengahan Agustus 1965 hingga menjelang terjadinya G30S telah tersebar berita sakit parahnya presiden soekarno. Menurut Roeder (1987), telah menjadi kebiasaan sebelumnya bahwa apabila Panglima Angkatan Darat berhalangan, Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) ditunjuk sebagai penjabatnya. Menurut Sucipto (2013), mengingat Soekarno adalah Pemimpin Besar Revolusi (PBR), beliau mengumumkan dan memanggil semua panglima angkatan bersenjata bersama wakil perdana menteri dan pejabat penting lainnya. Pimpinan angkatan darat langsung berada di tangan beliau dan tugas-tugas sehari-hari dijalankan oleh Mayjen Pranoto Reksosamodra, sedangkan Mayjen Soeharto Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (KOSTRAD) ditunjuk untuk melaksanakan pemulihan keamanan dan ketertiban. 

    Soeharto adalah seseorang yang mengetahui rencana peristiwa Gerakan 30 September tahun 1965. Pemberontakan G30S/PKI telah dilaporkannya kepada Soeharto pada 28 September 1965, dua hari sebelum penculikan para jenderal terjadi. Tetapi Soeharto selaku Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) tidak menggagalkan peristiwa yang membahayakan Soekarno selaku presiden.

    Para ahli sejarah dan politik yang berpendapat bahwa Soeharto bukan tipe orang yang pintar yang bisa merancang kudeta secara sistematis. Soeharto hanyalah orang yang sudah tahu kejadian tersebut, melalui pertemuannya dengan Untung dan Latief.
    Sehingga ia menjadi orang yang paling siap menghadapi sesuatu yang akan terjadi. Kesiapan Soeharto inilah yang menjadi senjata yang untuk menumpas Partai Komunis Indonesia (PKI) dan merebut kekuasaan dari Soekarno.

    Menurut Pambudi (2006), belum jelas siapa dalang Gerakan 30 September, namun implikasi yang ditimbulkannya sangatlah jelas, Mayor Jenderal Soeharto berhasil mengambil alih Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) sepeninggalan Letnan Jenderal Ahmad Yani yang gugur dalam usaha perebutan kekuasaan di Lubang Buaya. Setelah Mayor Jenderal Soeharto berhasil menumpas komplotan Untung, target berikutnya membersihkan kekuasaan Presiden Soekarno. Penekanan Presiden untuk membubarkan Partai Komunis secara resmi, adalah jalan dipilihnya.



    Sumber:

    Eka Mandala. 2023. 14 Januari PKI Menuntut Buruh dan Tani Bersenjatai. Pinhome.id. Diambil dari https://www.pinhome.id/blog/pki-menuntut-buruh-dan-tani-dipersenjatai/

    Andrianto. 2016. Kontroversi Keterlibatan Soeharto dalam Penumpasan G30S/PKI 1965. FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Diambil dari https://jurnal.univpgri-palembang.ac.id/index.php/Kalpa/article/view/1591/1400

    Nurasa Prasari. 2022. Apa itu peristiwa berdarah G30S/PKI? Ini penjelasannya. Hops.id. Diambil dari https://www.hops.id/trending/pr-2944958353/apa-itu-peristiwa-berdarah-g30spki-ini-penjelasannya

    Annisa Medina Sari. 2023. G30S/PKI: Sejarah, Tujuan dan Tokoh yang Gugur. Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Diambil dari https://fahum.umsu.ac.id/g30s-pki/

  • Copyright © - HIMASAKI UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
    Design by INFOKOM 2023